Selasa, 17 Desember 2019

Peran Kesehatan Gigi Dalam Mendukung Isu Pembangunan Kesehatan

     Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, prevalensi penduduk yang mempunyai masalah gigi-mulut 23,4 %, prevalensi penduduk yang kehilangan seluruh gigi aslinya 1,6 %, dan prevalensi nasional karies aktif 43,4 %. Adapun prevalensi penduduk dengan masalah gigi-mulut dan menerima perawatan atau pengobatan dari tenaga kesehatan gigi 29,6 %. Ini masih menjadi masalah, karena beberapa temuan ilmiah menunjukkan adanya kaitan antara kesehatan gigi dengan kesehatan tubuh secara keseluruhan, termasuk penyakit jantung, diabetes, stroke, gangguan kehamilan dan dampak karies gigi juga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak prasekolah. Dengan meningkatkan kualitas kesehatan gigi akan dapat meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik. Pembangunan kesehatan telah menghasilkan beragam perbaikan, sehingga derajat kesehatan masyarakat terus meningkat.

       


        Kesehatan gigi dan mulut ibu dan anak sebaiknya mendapat perhatian yang serius, bahkan sejak ibu mengandung. Hal ini mengingat dampak yang ditimbulkan dapat berpengaruh terhadap kehamilan. Salah satu kepedulian tentang kesehatan gigi ibu dan anak adalah dengan menyebarluaskan informasi bagaimana merawat gigi dengan benar sejak ibu sebelum hamil, saat kehamilan, dan saat mempunyai anak. Perawatan kesehatan gigi yang benar akan membantu meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak.

Isu Strategis Pembangunan Kesehatan
1. Peningkatan akses pelayanan kesehatan dan gizi yang berkualitas bagi ibu dan anak,
2. Peningkatan pengendalian penyakit menular dan tidak menular serta penyehatan lingkungan,
3. Peningkatan profesionalisme dan pendayagunaan tenaga kesehatan yang merata,
4. Peningkatan jaminan pembiayaan kesehatan,
5. Peningkatan ketersediaan, pemerataan, keterjangkauan, jaminan keamanan, khasiat/manfaat dan          mutu obat, alat kesehatan, dan makanan, serta daya saing produk dalam negeri, dan
6. Peningkatan Akses Pelayanan KB  Berkualitas yang Merata.

Kesehatan gigi dan mulut mendukung percepatan Isue Pembangunan Kesehatan
1. Peningkatan akses pelayanan kesehatan dan gizi yang berkualitas bagi ibu dan anak

  • Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan : ibu perlu tahu kebersihan gigi    dan mulut yang mendasar, serta makanan sehat dan bergizi bagi anak
  • Mengurangi angka kematian anak : infeksi gigi, noma (gangrenous stomatitis) dan tradisi          berbahaya dapat mengakibatkan kematian. Karena itu, perlu dilakukan upaya pencegahan          melalui program: UKGS (Usaha Kesehatan Gigi Sekolah) dan UKBM (Upaya Kesehatan          Berbasis Masyarakat).
  • Memperbaiki kesehatan ibu hamil : kesehatan mulut ibu hamil buruk berefek terhadap kelahiran dan berat badan bayi, selain kesehatan gigi dan mulut bayi nantinya.
  • Penyuluhan dan pemberian informasi kepada ibu dapat dilakukan dalam kegiatan Posyandu rutin yang ada di masyarakat.
  • Pemeriksaan gigi bagi balita yang bertujuan agar gigi susu yang sudah tumbuh tidak terserang  karies (gigi berlubang) sehingga tidak mengganggu pola makan dan zat gizi yang masuk bersama makanan dapat terserap dengan baik.

2. Peningkatan pengendalian penyakit menular dan tidak menular serta penyehatan lingkungan

  • Memberantas HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya. Terdapat hubungan antara HIV/AIDS  dengan kesehatan gigi dan mulut, dan permasalahan yang ditemukan dalam rongga mulut dapat  menjadi indikator dini terjadinya infeksi
  • Meyakinkan keberlangsungan lingkungan hidup : penanganan kesehatan gigi dan mulut            melibatkan penggunaan teknologi yang sesuai, kontrol infeksi yang efektif, serta pembuangan  limbah medis yang aman.
  • Gigi berlubang merupakan salah satu dari penyakit yang tidak menular, namun dapat berkembang apabila tidak dikendalikan sehingga dapat mengganggu seseorang yang menderitanya, oleh karena itu dengan memperhatikan keadaan kesehatan gigi dan mulut dapat mengendalikan penyakit tidak menular. Gigi berlubang dapat dikendalikan dengan pemeriksaan rutin yang dilakukan minimal 6 bulan sekali.

3. Peningkatan profesionalisme dan pendayagunaan tenaga kesehatan yang merata

  • Mengadakan pelatihan bagi  tenaga kesehatan yang berada jauh dari kota dan mendaya gunakan kader kesehatan yang ada di setiap desa sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan di desa.
  • Perawat gigi diharuskan memiliki kompetensi yang mumpuni dan bekerja sesuai dengan kode etik dan undang – undang kesehatan. Jumlah dokter di Indonesia saat ini sebenarnya sudah mencukupi. Perbandingannya 1:2500, artinya satu orang dokter mampu melayani minimal 2.500 pasien. Akan tetapi, permasalahannya adalah jumlah dokter di Indonesia belum merata. Jumlah dokter di kota besar dan di daerah tidak seimbang. Begitu juga dengan perawat gigi, belum semua puskesmas mempunyai perawat gigi atau hanya mempunyai 1 perawat gigi yang mana kebutuhan masyarakat akan kesehatan gigi semakin banyak.
        Sesuai dengan permasalahan tersebut Sebagai Sarjana Sains Terapan Keperawatan Gigi, UKGS Inovatis adalah salah satu cara untuk membantu pembangunan kesehatan. UKGS Inovatif adalah  suatu komponen Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yangmerupakan suatu paket pelayanan asuhan sistematik dan ditujukan bagi semuamurid sekolah dasar dalam bentuk paket promotif, promotif-preventif dan paket optimal. Upaya promotif dan promotif-preventif paling efektif dilakukan pada anak sekolah dasar karena upaya peningkatan kesehatan harus sedini mungkin dandilakukan secara terus menerus agar menjadi kebiasaan.
 
    UKGS Inovatif diperlukan karena penyakit gigi dan mulut sangat mempengaruhi derajat kesehatan, proses tumbuh kembang, bahkan masa depan anak. Anak-anak menjadi rawan kekurangan gizi karena rasa sakit pada gigi dan mulut menurunkan selera makan mereka. Kemampuan belajar anak pun akan menurun sehingga akan berpengaruh pada prestasi belajar. Tingginya angka karies gigi dan rendahnya status kebersihan mulut merupakan permasalahan kesehatan gigi dan mulut yang sering dijumpai pada kelompok usia anak dasar. Untuk pemerataan tenaga kesehatan, UKGS Inovatif juga sangat diperlukan dan diharapkan ada pada setiap sekolah di Indonesia.

   Program UKGS Inovatif
   • Pemeriksaan & deteksi dini kejadian karies
   • Penyuluhan tentang kesehatan gigi
   • Deteksi faktor risiko karies gigi menggunakan aplikasi Donut Irene
   • Gosok gigi massal atau bersama-sama
   • Deteksi plak setelah menggosok gigi
   • Pembersihan karang gigi yang memerlukan
   • Penambalan dengan fissure sealant/ART
   • Surface protection
   • Terapi Remineralisasi
   • Proteksi eksternal dengan aplikasi mineral/fluoride
   • Pencabutan gigi susu yang sudah goyang
   • Produk-produk lain yang ditambahkan adalah hadiah bagi yang bebas karies.

4.  Peningkatan jaminan pembiayaan kesehatan
         Konsep Pelayanan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional terbagi menjadi 3 (tiga) struktur  layanan, yaitu pelayanan primer, pelayanan sekunder dan pelayanan tersier. Pelayanan kedokteran gigi berperan pada struktur layanan primer dan sekunder. Pelayanan primer yang diberikan oleh dokter gigi berupa pelayanan paripurna untuk meningkatkan status kesehatan gigi dan mulut peserta 3 binaannya. Pelayanan primer ini menitik beratkan pada upaya pemeliharaan, pencegahan dan peningkatan kualitas hidup selain juga pengobatan dan pemulihan. Pelayanan kesehatan sekunder merupakan rujukan pada fasilitas kesehatan lanjutan dari pelayanan primer di fasilitas kesehatan tingkat pertama.

           Berlakunya Jaminan Kesehatan Nasional mulai tanggal 1 Januari 2014 menjadi tantangan bagi praktisi kesehatan temasuk Dokter Gigi, karena diharapkan pelayanan kesehatan menjadi lebih baik, terstruktur serta terkendalinya mutu dan biaya. Dokter gigi sebagai salah satu penyedia layanan jasa kesehatan dalam JKN harus mempersiapkan diri agar pelayanan kesehatan terutama pelayanan primer dapat dirasakan manfaatnya. Perubahan mekanisme pelayanan JKN khususnya di bidang kedokteran gigi, harus diiringi penyesuaian diri dokter gigi berdasarkan kriteria pelayanan jasa kesehatan yang ditetapkan dalam Sistem Jaminan Kesehatan Nasional.

5.  Peningkatan ketersediaan, pemerataan, keterjangkauan, jaminan keamanan, khasiat/manfaat dan mutu obat, alat kesehatan, dan makanan, serta daya saing produk dalam negeri.

  • Tenaga kesehatan gigi menjamin ketersediaan mutu, keamanan, dan khasiat obat dan alat kesehatan di fasilitas kesehatan gigi.
  • Tenaga kesehatan gigi melakukan perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalah gunaan obat, serta penggunaan alat kesehatan.

6. Peningkatan Akses Pelayanan KB  Berkualitas yang Merata.
  • Edukasi Prefentif dan promotif penyakit gigi dan mulut pada Akseptor KB. Gingivitis dapat terjadi karena beberapa faktor, salah satu faktor pendukung ialah karena adanya faktor hormonal. Dimana faktor hormonal mempengaruhi jaringan periodontal pada wanita disebabkan oleh penggunaan kontrasepsi. Kandungan kontrasepsi yang mengandung hormonal seperti progesteron dan estrogen. Efek dari kedua hormonal tersebut berupa peran biologis yang dapat mengurangi keratinisasi,meningkatkan jumlah inflamasi pada gingiva, meningkatkan permeabilitas dan produksi prostaglandin meningkat.
  • Sebuah penelitian mengejutkan berkaitan dengan alat kontrasepsi serta kesehatan gigi ditemukan oleh para peneliti dari Ware Centre of Dental Excellence di Hertfordshire, Inggris. Penelitian ini mengatakan bahwa penggunaan pil KB ternyata bisa menyebabkan gigi Anda meradang dan rusak. Cegah menggunakan obat kumur antiseptik yang akan membantu Anda untuk mencegah pembentukan plak, Mengonsumsi makanan sehat dapat memperkuat kesehatan gigi dan mulut.

Puskesmas Wua-wua Kendari



          Puskesmas Wua-wua Kendari  merupakan Puskesmas induk non-perawatan yang definitif berdiri sejak 1 Mei 2009 di atas lahan seluas 1703 m2 (26mx65,5m) yang terletak tepat dibelakang Kantor Camat Wua-wua, Jalan Anawai Kelurahan Anawai atau kurang lebih 500 meter dari Jl. Ahmad Yani poros Lepo-Lepo-Bandara.

          Puskesmas dapatdijangkau oleh masyarakat yang berdomisili di Kelurahan Anawai dengan berjalan kaki tetapi untuk masyarakat di dua Kelurahan lainnya harus menempuh perjalanan lebih panjang yaitu dengan mobil angkutan umum kemudian harus dilanjutkan dengan motor ojek, Puskesmas ini adalah pemekaran dari Puskesmas Mekar.

Meskipun Kecamatan Wua-wua mempunyai 4 Kelurahan tetapi Wilayah kerja Puskesmas Wua-wua hanya mencakup 3 Kelurahan yaitu :
1. Kelurahan Anawai dengan luas wilayah 3 km2
2. Kelurahan Wua-wua dengan luas wilayah 5,89 km2,
3. Kelurahan Mataiwoi dengan luas wilayah 3,2 Km2.

          Luas wilayah kerja secara keseluruhan menjadi 13,91 Km2. Sejumlah kompleks perumahan yang tercakup dalam wilayah kerjanya adalah BTN Tunggala, Griya permata Anawaidi Kelurahan Anawai dan perumahan Villa Ibis di Kelurahan Wua-wua sedangkan Kelurahan Mataiwoi tidak ada perumahan khusus.

Sebagian besar wilayah kerja merupakan daerah berbukit-bukit dengan sedikit dataran sehingga sebagian besar rumah penduduk di bangun di daerah berbukit.
Adapun Batas Wilayah kerja :
• Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Bonggoeya
• Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kadia
• Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Baruga
• Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Puwatu.

Visi Puskesmas Wua-Wua Kendari
Menjadi puskesmas yang profesional, berkualitas dan ramah menuju masyarakat wua-wua sehat dan mandiri.

Misi Puskesmas Wua-wua Kendari
 Memberi pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau untuk masyarakat.
 Meningkatkan kualitas SDM yang profesional dan berkomitmen tinggi.
 Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana
 Meningkatkan pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan.

Tata Nilai Puskesmas Wua-Wua Kendari
5 S yaitu :
 Senyum
 Sapa
 Salam
 Sopan
 Sabar.



Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...

Saya Richa Erviana Ilham biasa dipanggil Icha, lahir di Ranomentaa 24 Mei 1996 dan sekarang
melanjutkan kuliah DIV Keperawatan gigi di Poltekkes Kemenkes Semarang.

Blog ini jauh dari kata sempurna karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT.

Selamat membaca dan semoga bermanfaat... :)


Saya memiliki hobi : 

1. Membaca Buku 




2. Nonton Film



3. Mendengarkan Musik

Perbaikan Pelayanan BPJS Untuk Mendukung Program Pelayanan Kesehatan


PerbaikanPelayanan BPJS UntukMendukung Program PelayananKesehatan

Asuransi kesehatan kini sudah menjadi kebutuhan masyarakat baik pekerja maupun non-pekerja. Kesehatan merupakan kebutuhan dasar untuk melakukan segala aktifitas. Oleh karena itu, penting sekali menjaga kesehatan. Namun, segala resiko yang mengganggu kesehatan juga tidak dapat dihindarkan. Untuk itu perlu adanya jaminan kesehatan berupa asuransi. Pemerintah sendiri sudah sejak dulu memberikan asuransi kesehatan bagi para PNS yang dikelola oleh lembaga Askes yang kini beralih menjadi BPJS Kesehatan. Pemerintah juga mewajibkan pihak swasta untuk mengikuti program BPJS Kesehatan ini. Begitu juga dengan masyarakat non-pekerja yang dapat mengikuti secara mandiri.

Program dan Prestasi BPJS Kesehatan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah suatu lembaga yang mempunyai program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui fasilitas Kartu Indonesia Sehat (KIS). Tugas BPJS Kesehatan mencakup lembaga finansial non-Bank dan pelayanan kesehatan. Seluruh masyarakat Indonesia di tahun 2019 nanti diharapkan menjadi peserta JKN-KIS karena merupakan amanat Undang-Undang No.40 tahun 2004. Tugas BPJS Kesehatan dalam program JKN-KIS sendiri yaitu merangkul ke pesertaan masyarakat, dimana per November 2018 sudah tercatat 205 juta peserta, mengumpulkan iuran dan membelanjakan iuran untuk pelayanan kesehatan. BPJS Kesehatan bertugas memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang kepesertaan JKN-KIS dimana menjadi peserta akan terlindungi dari sakit berbiaya mahal, membantu orang lain dan menjadi warga negara yang taat sesuai UU NO.4 tahun 2004.

DI sendiri telah menyiapkan standar-standar pelayanan dan pedoman internal. Dengan adanya sistem jaminan sosial nasional artinya negara ikut hadir dalam perlindungan pelayanan masyarakat terutama untuk kesehatan dan pendidikan. Sejak tahun 2014 telah berlaku sistem satu paket di pelayanan BPJS Kesehatan, yaitu sistem pelayanan menyeluruh mulai dari pendaftaran hingga pemberian obat. Standar pelayanan administrasi yang diterapkan IDI guna meningkatkan pelayanan, meliputi standarisasi fungsi loket, waktu tunggu dan waktu layanan, informasi dan penanganan pengaduan, sikap dan kanal layanan administrasi. Mengenai waktu tunggu, sistem antrian pelayanan sudah menggunakan customer service time index (CSTI) dan sebagai feedback dari customer, ada surat pelanggan (Supel) mengenai saran dan kritik terhadap pelayanan. Sedang kan untuk kanal informasi atau pengaduan dapat melalui care center 1500 400, kantor cabang terdekat atau petugas BPJS Kesehatan di faskes terdekat.

Masalah dan Penanggulangan di BPJS Kesehatan

Kepesertaan BPJS Kesehatan dapat dilakukan melalui 3 cara yaitu dengan dibantu pembayaran oleh pemerintah, pembayaran yang dikoordinir perusahaan dan peserta mandiri. BPJS Kesehatan memiliki konsep "Dengan Gotong Royong Semua Tertolong". Namun BPJS Kesehatan menghadapi kendala seperti nilai premi yang kecil, sehingga tidak cukup menutupi biaya pengobatan seluruh peserta BPJS Kesehatan. Selain itu, ada pula peserta PBPU (peserta bukan penerima upah) yang menjadi anggota dan membayar secara mandiri hanya beberapa kali, namun saat selesai mendapat pelayanan kesehatan dengan biaya yang besar, peserta ini menghentikan pembayaran iuran. Hal inilah yang membuat terjadinya defisit di tubuh BPJS Kesehatan. Untuk menanggulanginya, pemerintah berencana menaikkan premi iuran, selain itu telah dibentuk kaderisasi untuk memantau kepesertaan agar terus berkelanjutan dan pembatasan beberapa penyakit berat yang tidak bisa ditanggung BPJS Kesehatan seperti HIV dan hepatitis. Masalah defisit yang terjadi di tubuh BPJS Kesehatan salah satunya diharapkan dapat diatasi dengan kehadiran para kader. Kader JKN-KIS adalah individu yang mempunyai hubungan kemitraan untuk membantu fungsi BPJS Kesehatan di suatu wilayah tertentu.

Stunting di Indonesia

Indonesia mempunyai masalah gizi yang cukup berat yang ditandai dengan banyaknya kasus gizi kurang pada anak balita, usia masuk sekolah baik pada lakilaki dan perempuan. Masalah gizi pada usia sekolah dapat menyebabkan rendahnya kualiatas tingkat pendidikan, tingginya angka absensi dan tingginya angka putus sekolah. Stunting adalah salah satu keadaan malnutrisi yang berhubungan dengan ketidakcukupan zat gizi masa lalu sehingga termasuk dalam masalah gizi yang bersifat kronis. 




Stunting diukur sebagai status gizi dengan memperhatikan tinggi atau panjang badan, umur, dan jenis kelamin balita. Kebiasaan tidak mengukur tinggi atau panjang badan balita di masyarakat menyebabkan kejadian stunting sulit disadari. Hal tersebut membuat stunting menjadi salah satu fokus pada target perbaikan gizi di dunia sampai tahun 2025.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa rumah tangga yang mengalami kerawanan pangan lebih cenderung memiliki balita dengan keadaan stunting. Penyakit pada anak tetap menjadi masalah yang berpengaruh terhadap status gizi di Indonesia. Asupan energi dan zat gizi yang tidak memadai, serta penyakit infeksi merupakan faktor yang sangat berperan terhadap masalah stunting.

Banyak faktor yang menyebabkan stuting pada balita, namun karena mereka sangat tergantung pada ibu atau keluarga, maka kondisi keluarga dan lingkungan yang mempengaruhi keluarga akan berdampak pada status gizinya. Pengurangan status gizi terjadi karena asupan gizi yang kurang dan sering terjadinya infeksi.

Jadi faktor lingkungan, keadaan dan perilaku keluarga yang mempermudah infeksi berpengaruh pada status gizi balita. Kecukupan energi dan protein per hari per kapita anak Indonesia terlihat sangat kurang jika dibanding Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan baik pada anak normal atau pendek.


Daftar Pustaka

1. Sulastri, D. Faktor Determinan Kejadian Stunting Pada Anak Usia Sekolah Di Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang. Jurnal Kesehatan-Majalah Kedokteran Andalas. Vol.36, No1 : 39-50.

2. Sutarto, Diana, M. dan Reni, Indriyani. 2018. Stunting, Faktor Resiko dan Pencegahannya. J Agromedicine. Vol.5, No.1.

3. Trihono, Atmarita, dan Tjandrarini, D. 2015. Pendek (stunting) Di Indonesia, Masalah dan Solusinya. Jakarta : Balitbangkes.

Rabu, 20 November 2019

Perawatan Fissure Sealent


A.      Definisi
Pit dan fissure sealant adalah suatu tindakan pencegahan karies pada gigi yang secara anatomis mempunyai pit dan fissure yang dalam yang karenanya lebih gampang terserang karies, untuk dibentuk kembali dan diisi dengan bahan sealant agar gigi tersebut menjadi lebih tahan terhadap serangan karies gigi. Hal ini sering kita temui pada gigi geraham, gigi geraham adalah gigi belakang di dalam rongga mulut kita yang  mempunyai peranan sangat penting yaitu untuk melakukan pengunyahan di permukaannya yang lebar untuk menghaluskan partikel makanan yang sudah kita potong dengan gigi depan. Sang geraham mempunyai peranan dan bentuk istimewa yang kemudian menghadirkan kelebihan dan juga kendala yang harus kita atasi dengan bijaksana agar fungsi dan keberadaannya dapat terjaga dengan baik.
Posisi gigi geraham dalam rongga mulut yang sulit terjangkau juga menyulitkan pembersihan dengan sikat gigi. Beberapa karakteristik gigi geraham yang perlu kita pahami yaitu permukaan kunyahnya luas dan tidak rata, terdapat pit (titik) dan fissure (garis) yang dalam sehingga sulit terjangkau dan menjadi tempat persembunyian kuman yang nyaman.
Pit adalah bagian dari permukaan gigi yang berupa titik terdalam yang berada pada pertemuan antar beberapa groove atau akhir dari groove. Istilah pit sering berkaitan dengan fisura. Fisura adalah garis berupa celah yang dalam pada permukaan gigi. Macam pit dan fisura bervariasi bentuk dan kedalamannya, dapat berupa tipe U (terbuka cukup lebar); tipe V (terbuka, namun sempit); tipe I (bentuk seperti leher  botol). Bentuk pit dan fisura bentuk U cenderung dangkal, lebar sehingga mudahdibersihkan dan lebih tahan karies. Sedangkan bentuk pit dan fisura bentuk V atau I cenderung dalam, sempit dan berkelok sehingga lebih rentan karies. Bentukan ini mengakibatkan penumpukan plak, mikroorganisme dan debris. Morfologi permukaan oklusal gigi bervariasi pada tiap individu.





Sejumlah pilihan perawatan bagi para dokter gigi dalam merawat pit dan fisura, meliputi:
a.    Melalui pengamatan (observasi), menjaga oral higiene, dan pemberian fluor
b.    Pemberian sealant.
Upaya pencegahan terjadinya karies permukaan gigi telah dilakukan melalui fluoridasi air minum, aplikasi topikal fluor selama perkembangan enamel,dan program plak kontrol. Namun tindakan ini tidak sepenuhnya efektif menurunkan insiden karies pada pit dan fisura, dikarenakan adanya sisi anatomi gigi yang sempit.
Pemberian fluor secara topikal dan sistemik, tidak banyak berpengaruh terhadap insidensi karies pit dan fisura. Hal ini karena pit dan fisura merupakan daerah cekungan yang dalam dan sempit. Fluor yang telah diberikan tidak cukup kuat untuk mencegah karies. Pemberian fluor ini terbukti efektif bila diberikan pada permukaan gigi yang halus, dengan pit dan fisura minimal.
Tujuan sealant pada pit dan fisura adalah agar sealant berpenetrasi dan menutup semua celah, pit dan fisura pada permukaan oklusal baik gigi sulung maupun permanent. Area tersebut diduga menjadi tempat awal terjadinya karies dan sulit dilakukan pembersihan secara mekanis.
Indikasi pemberian sealant pada pit dan fisura adalah sebagai berikut:
a.         Pit dan fissura yang dalam, pit dan fisura retentif.
b.         Pit dan fisura dengan dekalsifikasi minimal.
c.         Karies pada pit dan fisura atau restorasi pada gigi sulung atau permanen lainnya.
d.        Tidak adanya karies interproximal.
e.         Memungkinkan isolasi adekuat terhadap kontaminasi saliva.
f.          Umur gigi erupsi kurang dari 4 tahun.

Kontraindikasi pemberian sealant pada pit dan fisura adalah :
a.         Self cleansing yang baik pada pit dan fisura.
b.   Terdapat tanda klinis maupun radiografis adanya karies interproximal yang memerlukan   perawatan.
c.         Banyaknya karies interproximal dan restorasi.
d.        Gigi erupsi hanya sebagian dan tidak memungkinkan isolasi dari kontaminasi saliva.
e.         Umur erupsi gigi lebih dari 4 tahun.
Pertimbangan lain dalam pemberian sealant juga sebaiknya diperhatikan. Umur anak berkaitan dengan waktu awal erupsi gigi-gigi tersebut. Dalam dekade terakhir ini, “Restorasi Resin Preventif” telah diajukan sebagai upaya untuk menanggulangi karies dini di fisur. Bahan penutup pit dan fissure sekarang ini merupakan cermin kemajuan kedokteran gigi pencegahan yang menarik sekali karena bahan ini mencoba mencegah karies pada daerah yang kecil sekali dipengaruhi oleh fluor sistemik maupun topikal.
Fisur merupakan daerah yang sedikit sekali kebagian manfaat flouridasi air minum. Fisur anak-anak yang tiap harinya minum air yang ditambahi flour pun tetap rentan terhadap karies.  Sehingga aplikasi bahan penutup fisur untuk mencegah berkembangnya karies di fisur akan sangat bermanfaat.
Berdasarkan bahan dasarnya, Sealant dibedakan menjadi :
1.         Bisphenol A-glycidyl methacrylate (Bis-GMA).
2.         Cyanoacrylate, Polyurethane (semen glass-ionomer).

Berdasarkan teknik polimerisasi bahan dasar sealant,  dibedakan menjadi :
1.         Bahan Penutup Fisur Polimerisasi Cahaya Ultra Violet.
2.         Bahan Penutup Fisur Polimerisasi Cahaya Biasa.
3.         Bahan Penutup Fisur Polimerisasi Kimia.
Dari data klinis yang diperoleh oleh berbagai ahli, didapatkan dari bahan–bahan sealant diatas, yang paling berhasil adalah sealant yang bahan dasarnya dari resin Bis-GMA dan semen glass ionomer.
Sealant pada gigi telah terbukti memiliki keefektifan tinggi dalam pencegahan karies oleh bahan sealant didasarkan penutupan pit dan fisura sehingga mikroflora dalam pit dan fisura tidak dapat menjangkau nutrisi yang dibutuhkan. Retensi adekuat sealant diperlukan untuk menutupi permukaan gigi terutama pada area yang dalam, pit dan fisura yang tidak teratur, dan aplikasinya dilakukan pada daerah yang bersih dan kering saat prosedur dilakukan. Sealant berbasis resin memiliki kemampuan retensi yang lebih baik daripada glass ionomer. Bahan sealant berbasis resin digunakan pada gigi dengan beban kunyah besar, dan mahkota gigi telah erupsi sempurna. Bahan sealant semen ionomer kaca digunakan pada gigi dengan beban kunyah ringan, dan mahkota gigi belum erupsi sempurna.
Pada gigi permanen sebaiknya digunakan bahan sealant berbasis resin karena mampu nenahan beban kunyah yang besar pada gigi pemanen. Aplikasi bahan ini membutuhkan waktu yang lama sehingga sebaiknya dilakukan pada pasien yang kooperatif. Pada anak-anak dengan kemampuan memelihara oral hygiene rendah sebaiknya digunakan bahan sealant semen ionomer kaca. Bahan ini memiliki kemampuan melepaskan fluor sehingga memiliki sifat anti karies. Untuk mengetahui apakah kita membutuhkan sealant untuk geraham kita danbahan sealant apa yang cocok untuk kita, dapat kita diskusikan dengan dokter gigi kita.

B.       Teknik Aplikasi Fissure Sealant Berbasis Resin
Sebelum mengaplikasian Bahan Sealant kepermukaan gigi maka ada beberapa tahapan harus
dilakukan sebagai syarat berhasilnya Fissure Sealant antara lain :
1. Pembersihan pit dan fisura pada gigi yang akan dilakukan aplikasi fissure sealant menggunakan brush dan pumis.
Syarat pumis yang digunakan dalam perawatan gigi:
a.    Memiliki kemampuan abrasif ringan.
b.    Tanpa ada pencampur bahan perasa.
c.    Tidak mengandung minyak.
d.   Tidak mengandung Fluor.
e.    Mampu membersihkan dan menghilangkan debris, plak dan stain.
f.     Memiliki kemampuan poles yang bagus.
2.    Bilas dengan air   
Syarat air:
a.    Air bersih.
b.    Air tidak mengandung mineral.
c.    Air tidak mengandung bahan kontaminan.
3.    Isolasi gigi
            Gunakan cotton roll atau gunakan rubber dam.
4.    Keringkan permukaan gigi selama 20-30 detik dengan udara.
Syarat udara :
a.    Udara harus kering.
b.    Udara tidak membawa air (tidak lembab).
c.    Udara tidak mengandung minyak.
d.   Udara sebaiknya tersimpan dalam syringe udara dan dihembuskan langsung ke permukaan gigi.
5.    Lakukan pengetsaan pada permukaan gigi
a.    Lama etsa tergantung petunjuk pabrik
b. Jika jenis etsa yang digunakan adalah gel, maka etsa bentuk gel tersebut harus   dipertahankan pada permukaan gigi yang dietsa hingga waktu etsa telah cukup.
c.    Jika jenis etsa yang digunakan adalah berbentuk cair, maka etsa bentuk cair tersebut harus   terus-menerus diberikan pada permukaan gigi yang dietsa hingga waktu etsa telah cukup.
6.    Bilas ulang dengan air selama 60 detik
7.    Pengeringan dengan udara setelah pengetsaan permukaan pit dan fisura
a.       Syarat udara sama dengan point 3.  
b.   Cek keberhasilan pengetsaan dengan mengeringkannya dengan udara, permukaan   yang  teretsa akan tampak lebih putih
c.       Jika tidak berhasil, ulangi proses etsa
d.      Letakkan cotton roll baru, dan keringkan
e.       Keringkan dengan udara selama 20-30 detik
8.    Aplikasi bahan sealant
a.    Self curing : campurkan kedua bagian komponen bahan, polimerisasi akan terjadi selama   60-90 detik.
b.    Light curing : aplikasi dengan alat pabrikan (semacam syringe), aplikasi penyinaran pada   bahan, polimerisasi akan terjadi dalam 20-30 detik.
9.    Evaluasi permukaan oklusal
a.    Cek oklusi dengan articulating paper
b.    Penyesuaian dilakukan bila terdapat kontak berlebih (spot grinding).